Menjaga Multikultural di Indonesia Dengan Pendidikan

Senin, 29 Oktober 2012


Menjaga Multikultural di Indonesia Dengan Pendidikan
Oleh Muhammad Iqbal

Kekerasan yang terjadi di Indonesia terutama yang bersifat horizontal apalagi terkait suku budaya di Indonesia sering terjadi, tetapi upaya mengatasi hal tersebut dengan pendidikan sebagai upaya jangka panjang kurang terjadi atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi. Masih sulit ditemukan sekolah-sekolah yang memberikan materi pemahaman multikultural kepada siswa. Jika hal tersebut dibiarkan maka sulit ditemukan generasi integratif yang dapat membaur dan berintegrasi dalam naungan Indonesia dengan latar budaya yang berbeda.
Perlu diingat juga bahwa nasionalisme menyangkut integrasi dan dalam hal ini bukan integrasi budaya, tetapi bagaimana orang-orang Indonesia dengan budaya lokal yang berbeda, dapat berintegrasi dalam hal saling menghargai dan mengapresiasi antara satu budaya lokal dengan budaya lokal lainnya, atau dapat penulis sebut sebagai generasi integratif. Untuk mewujudkan hal tersebut maka pendidikan berbasis budaya tidak cukup tetapi dibutuhkan juga pendidikan multikultural sebagai alternatif dari pendidikan selanjutnya.
Pendidikan multikultural oleh Kamanto Sunarto biasa diartikan sebagai pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai pendidikan yang menawarkan ragam model untuk keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai keragaman budaya masyarakat (Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia.2004 : 47).
. Dengan kata lain, pendidikan multikultural tidak terbatas pada aspek toleransi dan menghargai budaya lokal yang berbeda, tetapi dapat dikatakan mutual respect antara budaya lokal yang berbeda dengan disertai munculnya generasi integratif.
Pembenahan kurikulum menjadi sesuatu yang harus dilakukan dengan memasukkan muatan-muatan kultural dan sama seperti pendidikan berbasis budaya terdapat juga dua saluran untuk mewujudkan hal tersebut. Saluran pertama ialah dengan menyisipkan muatan dan materi multikultural dalam pelajaran-pelajaran yang telah ada. Sedangkan, saluran kedua ialah membuat pelajaran khusus bernama pelajaran multikultural. Dalam hal ini, saluran pertama lebih realistis dan relevan dilakukan untuk melahirkan generasi integratif yang akan menciptakan integrasi dan bukan disintegrasi yang sering terjadi pada saat ini.
Pendidikan multikultural sebagai bagian dari pendidikan nilai dapat diintegrasikan dalam pelajaran kewarnegaraan atau agama dari tingkat SD hingga SMA. Kedua mata pelajaran ini memang diharapkan sebagai sarana pendidikan moral bagi siswa maka dengan disisipkan pemahaman multikultural dapat menciptakan siswa yang dapat hidup dalam keragaman serta dapat menghormati antara keragaman satu dengan lain.
Dalam hal ini, muatan-muatan multikultural harus disajikan dalam lingkup yang komprehensif serta output yang jelas bagi siswa. Seperti yang diketahui bahwa pendidikan Kewarnegaraan dan pendidikan Agama telah mempunyai kurikulum tersendiri. Dengan begitu, hal yang harus dilakukan ialah tidak perlu merombak total kurikulum tersebut dan cukup dengan menyisipkan saja muatan-muatan multikultural yang telah didesain menjadi materi yang siap diajarkan dan dikembangkan.
Dengan begitu, pemahaman multikultural tidak perlu menjadi mata pelajaran yang terpisah sendiri tetapi sifatnya ialah integratif dengan pelajaran lain khususnya pendidikan Kewarnegaraan dan pendidikan Agama. Seperti diketahui jika terdapat penambahan pelajaran maka menambah jam pelajaran sehingga menambah beban siswa atau dengan adanya pelajaran baru dapat menyisihkan pelajaran lain sehingga tidak diajarkan lagi. Oleh karena itu, pemahaman multikultural lebih relevan jika dintegrasikan dengan pelajaran lain khususnya pendidikan Kewarnegaraan dan pendidikan Agama.
Pendidikan berbasis budaya dapat melahirkan generasi berbudaya sehingga dapat menekan arus globalisasi. Sedangkan, pendidikan multikultural dapat menjadi alternatif konflik internal  di masa akan datang, sehingga dapat dikatakan melahirkan generasi integratif. Generasi berbudaya dan generasi integratif dapat dikatakan sebagai aktualisasi dan pewujudan nasionalisme untuk konteks modern atau saat ini. Jadi dapat dikatakan bahwa nasionalisme sekarang ialah menghadapi penjajah berupa globalisasi budaya dengan menjadi generasi berbudaya, dan juga menghadapi perpecahan dalam negeri dengan menjadi generasi integratif. 

Daftar Referensi :
Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, edisi I, tahun 2004, hlm. 47

0 komentar:

Posting Komentar