Rabu, 07 November 2012
“Yang
Membedakan Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta itu Anda (Sistem)
Bukan
Kami (Rakyat) !!!”
Oleh
Muhammad Iqbal
”Sekolah negeri dan swasta memang
masih dibedakan. Namun, pada masa depan jika pemerintah sudah mampu, tidak akan
dibedakan. Dana untuk pembangunan gedung, sarana, dan gaji guru sekolah swasta
ditanggung pemerintah.” (els.bappenas.go.id)
Dahulu,
pernyataan ini pernah dikatakan oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur NTT Ben
Mboy tetapi apakah pernyataan Presiden Kedua RI ini terbukti jika melihat
kenyataannya sekarang. Bukan bermaksud mengatakan bahwa Presiden kedua RI
peduli dan yang sekarang ialah tidak peduli tetapi melihat faktanya di lapangan
memang terjadi esklusi terhadap sekolah swasta. Esklusi berarti pembiaran bahwa
sekolah swasta berjalan sendiri tanpa bantuan.
Jika
berbicara mengenai esklusi maka siapa yang melakukan dan siapa korbannya. Dalam
hal ini, pelakunya adalah sistem dan korban utama selain siswa ialah guru
sekolah siswa. Pada Tahun 2009, anggaran
pendidikan mendapat tambahan Rp 46,15 triliun hingga menjadi Rp 224 triliun,
dimana penghasilan guru dan dosen PNS terendah minimal Rp 2 juta, belum
termasuk kenaikan kesejahteraan sekitar 14-15 persen gaji pokok (els.bappenas.go.id).
Akan tetapi, proses esklusi ini terjadi dimana guru sekolah swasta tidak
mendapatkan apa-apa dari kebaikan sistem terhadap guru. Bagi guru non-PNS, yang
jumlahnya sekitar 478.000 guru, pemerintah memberikan subsidi tunjangan
fungsional sebesar Rp 200.000 per bulan (www.borneotribune.com). Sementara itu, guru non-sarjana hanya
mendapat subsidi tunjangan Rp 50.000 dan guru S-1 Rp 100.000 per bulan (els.bappenas.go.id).
Dengan tunjangan kesejahteraan yang rendah yang
disediakan sistem maka nasib guru sekolah swasta bergantung pada kebijakan
sekolah swasta itu sendiri. Alokasi penghasilan bagi guru menjadi sesuatu
krusial sehingga banyak ditemukan anggaran sekolah swasta yang dihabiskan untuk
membiayai gaji guru daripada peningkatan sarana prasarana sekolah.
Jika
mengacu pada PP No 48 Tahun 2008 mengenai biaya satuan pendidikan maka biaya terdiri biaya investasi (biaya investasi
lahan pendidikan dan biaya investasi non lahan pendidikan) dan biaya operasi
(biaya personalia dan nonpersonalia). Biaya satuan pendidikan ini yang sulit
ditutupi oleh sekolah swasta non elit dengan kurangnya bantuan pemerintah.
Sekolah akan menghabiskan anggarannya untuk biaya operasi dibandingkan dengan
biaya investasi. Bisa saja dalam pungutan dikatakan sebagai biaya investasi
tetapi dananya dikonversikan ke biaya operasi khususnya gaji guru. Tentunya,
sekolah tersebut akan kekurangan investasi terutama dalam sarana prasarana.
Akibatnya,
sekolah swasta tidak mampu bersaing dengan sekolah negeri. Dengan kata lain
yang membuat sekolah swasta tidak mampu bersaing dengan sekolah negeri ialah
‘anda’ (sistem) dan ‘anda’ yang membedakannya. Hal ini menjadi ironis karena
amanah sistem pada PP No 48 Tahun 2008 mengatakan bahwa “Pemerintah dapat
membantu pendanaan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.”
Dengan
adanya Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2012 yang menggantikan Peraturan
Menteri Nomor 60 Tahun 2011 memang benar telah terdapat perbaikan sistem.
Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah yang
tercantum pada Peraturan Menteri Nomor 60 Tahun 2011 secara aspek formil tidak
dilaksanakan lagi. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana
mekanisme sistem pungutan oleh sekolah swasta terutama untuk menghindari
pungutan liar. Selain itu, yang terpenting Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun
2012 bukan dalam rangka untuk mengurangi kuantitas dan kualitas bantuan
pemerintah untuk sekolah negeri dan sekolah swasta. Bantuan dari pemerintah
yang bersifat pengembangan dan tidak terbatas pada penyediaan sarana prasarana harus
tetapi digalakkan.
Jika
ditemukan fakta di masyarakat bahwa orang tua lebih banyak menyekolahkan
anaknya di sekolah negeri daripada sekolah swasta maka jangan salahkan orang
tua itu tetapi salahkan kenapa orang tua itu berperilaku seperti itu. Dengan
kata lain, stigma di masyarakat bahwa sekolah negeri lebih bagus dari sekolah
swasta ialah karya dari ‘anda’ (sistem). Jika ‘anda’ tidak membedakan antara
sekolah negeri dan swasta maka ‘kami’ (rakyat) tidak ikut-ikutan membedakan serta tidak ada pembentukan stigma buruk
terhadap sekolah swasta.
Daftar Referensi
http://els.bappenas.go.id/upload/kliping/lonceng%20kematian.pdf
http://www.borneotribune.com/pendidikan/tunjangan-guru-pns-segera-cair-bagaimana-nasib-guru-swasta.html.
diakses pada 14 Mei 2011 05:56:18 GMT.
0 komentar:
Posting Komentar