Jika Saya Anggota Komisi 1 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia “Kontribusi Positif Untuk Kasus Mesuji Dalam Rangka Reformasi Agaria”

Jumat, 30 Desember 2011

Jika Saya Anggota Komisi 1 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
“Kontribusi Positif Untuk Kasus Mesuji Dalam Rangka Reformasi Agaria”
Oleh Muhammad Iqbal, S.Kesos



Jika saya anggota komisi 1 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia maka saya berinisiatif untuk memberikan kontribusi positif dalam kasus konflik agaria/ sumber daya alam salah satu contohnya ialah kasus Mesuji. Tentunya, saya berkontribusi sebagai anggota Komisi 1 DPD bukan sebagai anggota DPR, Pakar Hukum atau Politikus. Dengan kata lain, masalah Mesuji bukan milik DPR saja tetapi milik DPD dalam kapasitasnya sebagai representasi suara di daerah yang sesuai dengan Misi DPD. Saya tidak terlalu peduli dengan perkataan banyak pakar bahwa DPD subordinated bukan coordinated dari DPR. Solusi ini bersifat jangka pendek dan menengah serta jangka panjang untuk kasus Mesuji.

Solusi Jangka Pendek dan Menengah

1. Rumah Konstituen
Saya tidak hanya menjadi bagian dari tim pencari perkara ke tempat kejadian dan melakukan dialog tetapi harus beperan menjadi mediator dan salah bentuknya ialah dengan memanfaatkan rumah konstituen yang saya bentuk di hari pertama ketika terpilih menjadi anggota DPD. Untuk kasus Mesuji maka rumah konstituen ini berfungsi sebagai mediator antara pemerintah dalam hal ini ialah kementerian terkait, pemerintah daerah, perusahaan dan masyarakat untuk duduk bersama dan saling sharing mengenai kepentingan masing-masing. Tentunya, sebagai anggota Komisi 1 DPD juga mengundang anggota DPD dari Sumsel dan Lampung untuk kasus Mesuji. Titik temu memang agak sulit ditemui dalam rumah konstituen untuk kasus rumit seperti Mesuji tetapi proses sharing terjadi.

2. Membentuk Tim Pansus

Saya akan mendorong teman-teman saya dari anggota DPD untuk membentuk tim pansus untuk kasus Mesuji apalagi kasus ini terjadi di daerah. Tim Pansus ini dibentuk jika dalam kurun tertentu kasus Mesuji dan Bima ini tidak menemukan titik temu. Tim pansus ini menjadi sarana efektif karena DPD sebagai representasi daerah dan bukan partai politik walaupun tidak menutup kemungkinan anggota DPD sebagai simpatisan partai tertentu. Saya yakin tim pansus efektif karena kemungkinan bentrok kepentingan politik ialah kecil tidak seperti tim pansus DPR.

3. Renegoisasi Memorandum of Understanding (MoU) Dengan Perusahaan
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam renegoisasi ialah dengan pendekatan AMDAL. Dalam hal ini, saya akan mengajak anggota DPR termasuk pemerintah untuk menginisiasi renegoisasi Memorandum of Understandingi (MoU) dengan perusahaan.

4. Melakukan Peninjauan Terhadap RUU Pertanahan yang Baru Disahkan DPR
Pada hari jumat, 16-12-2011, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU Pertanahan pada Sidang Paripurna, akan tetapi terdapat pasal-pasal yang harus diperbaiki terkait kepemilikan masyarakat terhadap tanah. Dalam hal ini, sebagai anggota DPD akan mendorong untuk melakukan perbaikan terhadap pasal-pasal tersebut dengan memasukkan kepemilikan hak tanah adat.

Solusi Jangka Panjang


1.Mengajukan Draft RUU Pengganti UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria

Saya dan teman-teman di DPD khususya komite 1 mengajukan Draft RUU pengganti UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang pokok-pokok agrarian. Pada intinya, RUU ini akan melindungi masyarakat lokal dari kepentingan ekonomis korporasi dengan memperhatikan kekayaan dan kearifan lokal masyarakat setempat.

Upaya Meningkatkan Kesetiaan Terhadap Brand Dengan Mendayagunakan Modal Sosial

Selasa, 15 Februari 2011

Upaya Meningkatkan Kesetiaan Terhadap Brand
Dengan Mendayagunakan Modal Sosial

http://www.markplusinstitute.com/



Whay Write This..?


Awal mengapa penulis mau repot-repot menulis ini padahal bukan bidangnya sebagai anak FISIP sejati ialah bahwa terdapat fakta besar. Fakta itu ialah kita hidup di dunia ini tidak lepas dari brand. Jadi dapat dikatakan bahwa hidup di dalam globalisasi ialah hidup dengan brand. Bahkan, seseorang bisa saja mengkultuskan sebuah brand layaknya menyembah Tuhan.
Menjadi pertanyaan utama apakah brand itu buruk atau justru positif. Banyak sudut pandang yang mengatakan bahwa brand itu menguras kantong masyarakat. Mungkin saja hal itu benar tetapi bisa saja salah tergantung berbagai macam perspektif melihat hal tersebut. Akan tetapi, penulis mengatakan bahwa brand tidak selalu buruk jika dalam inovasinya mulai inovasi mainsheet, inovasi proses, inovasi produk dan inovasi feedback melibatkan dan mendayagunakan kekuatan yang di masyarakat yang dapat disebut sebagai modal sosial. Jadi “berbisnislah dengan mereka (Modal Sosial) dan jangan menjadikan mereka sebagai hamba brand.”
Oleh karena itu, tulisan ini lebih pada meningkatkan kesetiaan terhadap brand dengan mendayagunakan kekuatan masyarakat yaitu modal sosial dan bukan hanya terbatas membatasi kekuatan mereka hanya sekedar kumpulan individu yang konsumtif.

My Perspective : “Brand Not only Business But also Social”

Jika berbicara mengenai kesetiaan terhadap brand, penulis mengacu konsep Aaker bahwa brand memiliki 5 atribut yaitu brand loyalty, brand awareness, perceived quality, brand association dan other proprietary brand (Aaker.1991). Kelima atribut ini dapat menentukan seseorang menjadi committed buyer. Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana kelima atribut tersebut dapat bekerja dengan efektif dan salah satunya ialah dengan mendayagunakan modal sosial.
Jika muncul pertanyaan ialah mengapa modal sosial. Hal ini dikarenakan penulis memiliki perspektif bahwa “brand not only business but also social.” Jadi aspek sosial perlu diperhatikan dalam suatu brand termasuk termasuk juga dalam membangun komitmen terhadap suatu brand. Hal ini dikarenakan yang menjadi konsumen ialah tidak hanya individu tetapi juga masyarakat yang selalu merespon berbagai hal termasuk mencitrakan sebuah brand. Oleh karena itu,
“merangkul dan bukan meninggalkan mereka.”
Setiap dari kumpulan individu yang disebut modal sosial pastinya memiliki trust & norm atau dapat dikatakan sebagai modal sosial. Modal Sosial menurut Putnam (Vol. 58 No. 6 2006 : 503),“social capital refers to connections among individuals – social networks and the norms of reciprocity and trustworthiness that arise from them” . Dari definisi tersebut maka terdapat dua aspek yang penting dalam modal sosial yaitu trust & norm. Jika dalam konteks brand, bagaimana trust & norm pada kumpulan individu ini didayagunakan tidak terbatas sebagai konsumen tetapi sebagai modal sosial dalam membentuk citra positif akan suatu brand.
Trust & norm pada modal sosial bukan sesuatu yang bersifat main-main tetapi sesuatu yang mengikat bahkan ada hukuman bagi pelanggarnya. Oleh karena itu, trust & norm yang bersifat kolektif ini diarahkan untuk membangun komitmen kolektif menggunakan suatu brand tetapi tetap memperhatikan dinamika sosial dari brand tersebut.
Modal sosial dapat juga dikatakan sebagai ikatan yang tidak terlihat. Ikatan tersebut dapat muncul di komunitas baik itu komunitas yang bersifat resmi (klub, forum, jaringan dan lainnya) ataupun komunitas yang tidak resmi. Untuk konteks brand maka pendayagunaan modal sosial di komunitas dibagi dua. Pertama ialah komunitas dari suatu produk seperti klub Mac Club Indonesia, Honda Jazz Club Indonesia dan lainnya. Kedua ialah komunitas bukan dari suatu produk sehingga lebih general seperti Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia.

Pendayagunaan Modal Sosial Melalui Komunitas Suatu Produk
Pendayagunaan modal sosial melalui komunitas suatu produk ialah memperkuat kesetiaan dan bukan membangun kesetiaan. Dengan kata lain, bagaimana pemilik brand dapat menjalin relasi dengan komunitas sebuah produk dan bukan mengacuhkannya. Dikarenakan mereka menjadi anggota komunitas suatu produk tentunya karena mereka menyukai produk tersebut atau minimal menggunakan produk tersebut. Honda Jazz Club Indonesia tentunya berisi pengguna mobil Honda Jazz. Dalam konteks ini bagaimana agar anggota klub tersebut tetap mempertahankan kesetiaan mereka untuk menggunakan mobil Honda Jazz atau variasinya di masa akan datang, bahkan anggota klub tersebut mempengaruhi pengguna mobil Honda Jazz lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Menjadi pertanyaan utama ialah sejauh mana pemilik brand dalam hal ini perusahaan dapat mendayagunakan modal sosial pada komunitas/ klub brand mereka dalam rangka mensosialisasikan dan menginternalisasi brand mereka Dengan mendayagunakan modal sosial yang terdapat pada komunitas brand itu sendiri ialah melibatkan mereka sebagai agen sosialisasi maka dapat menyentuh aspek kualitas dan kuantitas.
Aspek kualitas ialah nilai-nilai dari brand serta informasi-informasi mengenai brand tersebut akan lebih mudah diterima dan tercipta internalisasi pada diri pengguna brand tersebut jika memanfaatkan komunitas tersebut baik itu komunitasnya secara organisasi maupun individu-individu yang notabane anggota komunitas itu sendiri. Dengan begitu, dapat tercipta tidak hanya transfer information layaknya iklan tetapi juga transfer knowledge & transfer experience.
Misalnya, komunitas berupa Honda Jazz Club Indonesia mensosialisasikan keluaran brand terbaru misal Honda New Jazz. Para anggota yang tadinya telah percaya pada Honda Jazz lama mereka akan tertarik untuk membeli Honda New Jazz dikarenakan yang memberikan informasi ialah pihak yang benar sehingga kualitas dari informasi, pengetahuan dan pengalaman dapat dipercaya. Dengan kata lain, trust pada modal sosial berupa Honda Jazz Club Indonesia dapat dimanfaatkan.
Dari aspek kuantitas, maka dengan adanya trust & norm pada komunitas brand itu sendiri dapat mendorong akan pertambahan penggunaan terhadap brand itu. Jika ada varian terbaru dari brand itu maka pengguna brand tersebut akan cenderung membelinya jika disosialisasikan oleh komunitas produk itu sendiri. Misalnya, Mac Club Indonesia mensosialisasikan mengenai Ipad terbaru maka pengguna Ipad sebelumnya akan cenderung membeli brand itu padahal masih menggunakan brand yang lama.

Pendayagunaan Modal Sosial Melalui Komunitas Bukan dari Suatu Produk
Pendayagunaan modal sosial melalui komunitas bukan dari suatu produk berarti ialah mendayagunakan komunitas dengan berbagai bentuk (klub, forum dan lainnya) di masyarakat. Komunitas ini berbeda fungsinya dengan komunitas suatu produk dikarenakan lebih pada membangun kesetiaan.
Jika pada komunitas suatu produk didayagunakan modal sosialnya untuk menjadi agen sosialisasi maka komunitas bukan dari suatu produk atau komunitas yang ada di masyarakat ini dijadikan mitra sosialisasi. Untuk pertanyaan siapa yang diajak untuk bermitra sosialisasi ialah dapat mempertimbangkan atribut brand dari perusahaan tersebut termasuk juga brand identity dan brand association. Misalnya, jika brand association yang muncul di masyarakat ialah susu untuk pertumbuhan anak maka dapat bermitra Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam mensosialisasikan meminum susu untuk pertumbuhan dan brand susu A dapat membantu pertumbuhan anak.
Mekanisme dari mitra sosialisasi berbeda dengan agen sosialisasi karena harus berbagi nilai yang dibawa. Mulai dari nilai komunitas berupa forum, ikatan maupun klub tersebut dengan nilai brand seperti pada contoh di atas bahwa terdapat nilai susu untuk pertumbuhan anak yang dibawa Ikatan Dokter Anak Indonesia dan juga ada nilai brand yang dibawa.
Jika dikaitkan dengan mitra sosialisasi dalam pendayagunaan modal sosial maka diharapkan terdapat transfer knowledge & transfer experience antara masing-masing anggota mengenai nilai dari komunitas tersebut bersama dengan brand tersebut. Misal susu untuk pertumbuhan dengan brand A. Dengan begitu, anggota dari komunitas tersebut menjadi pengguna brand tersebut.
Transfer knowledge & transfer experience tidak hanya antara anggoa komunitas tersebut tetapi juga diharapkan dengan masyarakat baik itu dilaksanakan oleh anggota komunitas tersebut secara individual maupun secara organisasi. Hal ini dikarenakan komunitas mensosialisasikan mengenai nilai-nilai mereka ke masyarakat dan hal ini bisa bersamaan dengan brand. Misalnya, nilai-nilai susu untuk pertumbuhan disosialisasikan bersamaan dengan brand susu A.

Penutup
Membuka kesetiaan terhadap brand dan menjaga kesetiaan terhadap brand ialah kedua hal yang terkadang sulit untuk diwujudkan jika tidak merangkul mereka atau membiarkan mereka hanya menjadi konsumen. Pendayagunaan modal sosial melalui komunitas dari suatu produk mencoba menjaga konsumen agar tetap setia menggunakan brand dan melalukan hal yang sama di masa akan datang. Sementara itu, pendayagunaan modal sosial melalui komunitas di masyarakat yang bukan komunitas dari suatu produk ialah mencoba membuka kesetiaan konsumen agar dapat menggunakan brand tersebut. Dengan pendayagunaan modal sosial diharapkan brand tidak hanya nenjadi kekuasaan bisnis yang memenuhi pasar tetapi kekuatan sosial yang memenuhi hati masyarakat.

Sumber Pustaka :
Aaker, David A,1991. Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York : The Free Press.1991

Horton, Sarah. Social capital, government policy and public value: implications for archive service delivery. Aslib Proceedings: New Information Perspectives Vol. 58 No. 6 (2006) : 503